The Miracles

Hidup ini selalu di penuhi dengan misteri dan keajaiban... Akan tetapi sering kali keajaiban dan anugerah itu diabaikan... Buka mata dan resapi kehidupan ini. Sambut keajaiban hidup yang masih menjadi misteri...

Kemarin sore aku dikejutkan oleh pelajar yang baru saja izin keluar untuk membeli beberapa keperluan. 
Mereka masuk kamarku dengan tergopoh-gopoh dan berkata,
“Kak.... saya dikejar orang nak disiram air. Lengah kak.... lengah......”
“Kenapa?” Tanyaku kaget,
“Iya kak... di jalan ramai orang main air karena harini perayaan Songkran (cara mengucpakan s(h)ongkran(g), dengan logat khas Thai), Kakak nak tengok?”
 Aku masih terbengong kemudian bertanya, “Songkran? Apa itu Songkran?”
“Budaya orang Siam kak, dia main Air. Semua orang basah kena air, kalau di daerah yang banyak orang Budha Songkrang dirayakan, tapi kalau di sini tak banyak mana.” Jawab pelajar yang lain.
Aku teringat beberapa hari yang lalu (hari kamis kalau tidak salah) waktu pulang dari Big C ketika lewat gang menuju tempat tinggalku saat ini ada orang yang menyemprot-nyemprotkan air dengan berkata,
#@#*$#@##$$&&&Songkran ##@@#$$#$%.”
Iya... aku tidak faham apa yang diakatakan karena menggunakan bahasa Thai, tapi aku mendengar kata songkran dalam sederet kalimat yang dia ucapkan. Aku dan beberapa teman pelajar hanya larimenghindar dari air tersebut. Aku belum juga ngeh dengan songkran waktuitu, hingga emaren salah satu pelajar laki-laki juga ada yang minta libur karena ada perayaan songkran katanya, tapi aq tidak begitu ambil pusing, karenadari pelajar yang lain bilang tidak usah libur.
Kemudian ke-kepoanku berlanjut, dan mereka sedikit susah menjelaskan padaku karena songkran memang bukan budaya orang muslim dan sepertinya pengetahuan merekajuga terbatas. Info yang kudapat dari mereka, bahwa Songkran adalah perayaan tahun baru bagi orang Budha, tahun yang hanya di gunakan oleh umat Budha. Dirayakan dengan budaya bermain air dan melakuan ritual-rutual khusus di tempat peribadatan mereka. Kalau di Bangkok atau Chiang Mai ketika perayaan songkran seperti ini pasti ramai. Sedangkan di Thailand Selatan, karena mayoritas beragama muslim, perayaan songkran tidak begitu ramai seperti di Thailand sebelah atas (utara).
Budaya ini biasa disebut dengan Songkran festival, yaitu festival air untuk merayakan tahun baru tradisional Thailand yang jatuh pada tanggal 13 April. Dalam perayaan Songkran ini warga Thailand dan wisatawan saling menyiram air, menyemprot serta mengusap bedak basah kepada siapapun yang turun ke jalan. Dengan bekal ember dan pistol air mereka saling menyerang siapa saja hingga basah kuyup. Pada festival ini warga tidak boleh marah jika tersiram air, karena air ini sebagai simbol untuk membersihkan dosa di tahun lalu. Ajang ini juga menjadi kesempatan bagi warga setempat untuk melupakan segala masalah sehari-hari. Ketika perayaan songkran semua instansi libur mulai tanggal 13-15 April (bahkan ada yang liburnya lebih dari 3 hari).
            Informasi dari kawan-kawan pelajar hanya sebatas itu saja... kemudian saya berinisiatif mengunjungi mbah Gugel untuk bertanya lebih lanjut dan barangkali ada info yanglebih jelas di sana....
Dan inilah penjelasannya:
Tahun Baru Thai (Bahasa Thai: สงกรานต์ Songkran, dari istilah Sanskrit sankrānti "pergerakan astrologi") disambut sekitar 15 April setiap tahun di Thailand, seiringan dengan sambutan Tahun Baru bagi kebanyakan takwim tradisional yangdipakai di Asia Selatan dan Asia Tenggara.
Asalnya, tarikh perayaan ditentukan berdasarkan perhitungan astrologi, tetapi sekarang ditetapkan tarikh dalam takwim. Perayaan Songkran jatuh pada hari yang paling hangat dalam setiap tahundi Thailand, di penghujung musim kemarau. Mulanya, Tahun Baru Thai merupakan awal tahun di Thailand. Pada tahun 1888, tarikh tahun baru dialih ke 1 April dan pada tahun 1940, 1 Januari pula menjadi tarikh ahun baru rasmi. Semenjaktiu, sambutan tahun baru Thai masih dijadikan cuti umum.
Nyata sekali perayaan Songkran diterajui adat menyimbah air. Orang ramai merayau-rayau dijalanan dengan membawa baldi berisi air atau pistol air, atau berdiri di tepijalan sambil memegang hos lalu mecurahkan air ke arah orang lain. Adatmenyimbah air asalnya merupakan cara memberi hormat kepada orang lain dengan menangkap air "bertuah" yang sudah dicurahkan untuk membersihkan patung Buddha lalu dicurahkan ke arah baru orang tua untuk memberi tuah kepadamereka sekeluarga. Bagi golongan muda pula, oleh sebab bulan April merupakan bulan terhangat di Thailand (suhunya boleh mencecah 40°C), perayaan ini dijadikan hari berseronok dengan menyimbahkan air ke arah orang lain, sehingga timbulnya gejala seperti berlawan air dan menyimbah air ke arah orang yang memandu kenderaan.
Sebenarnya kegiatan ini tidak semestinya dijadikan keutamaan dalam sambutan tahun baru. Sewajarnya, Songkran dijadikan masa untuk menziarahi dan membalas budiorang-orang tua dan sanak saudara. Ucapan tradisi tahun baru berbunyi "sa-wat-deepi mai-thai" (สวัสดีปีใหม่ไทย) yang bermaksud "Selamat tahunbaru Thailand", tetapi ramai orang lebih gemar mengucapkan "suk-sanwan songkran" (สุขสันต์วันสงกรานต์) iaitu "Selamat Hari Songkran" kerana pimai lebih kepada 1 Januari.
(Source: Wikipedia)
Begitulah indahnya dunia dengan berbagai budaya. Dan kita harus saling menghormati perbedaan antarbangsa maupun antar umatberagama. Dicatatan ini saya sertakan gambar songkran festival yang saya peroleh dari Google juga. karena tidak mempunyai dokumentasi pribadi. hehe...

Patani, 14 April 2015 

Mulailah kegiatanku pagi ini dengan aktivitas yang sudah tersusun dengan rapi. Agenda yang cukup membutuhkan stamina dan konsentrasi dalam menyebarkan ilmu pengetahuan terhadap para pelajar yang polos itu. Polos dalam hal memahami dan mengenal bahasa Indonesia. Mereka masih kaku dan butuh konsentrasi tinggi untuk memahami kata demi kata yang Aku sampaikan barusan. Aku melihat mereka cukup mendengarkan kata demi kata yang Aku luncurkan, mengikuti instruksiku untuk mengerjakan soal demi soal, dan menulis materi yang Aku tulis di white board itu. Ditemani white board yang masih seputih salju itu, Aku mencekoki para pelajar sedikit demi sedikit tentang bahasa Indonesia. Yaa... Aku cukup pusing awalnya tentang materi apa yang hendak Aku berikan kepada mereka. Aku khawatir kalau materi yang menurutku ketika belajar bahasa Indonesia itu mudah sekali, namun bagi mereka cukup sulit. Yaa.. yaa ... ya... namun, di detik-detik terakhir sebelum kegiatan belajar dimlai, aku sempatkan untuk bermeditasi dengan mbah Google. Walhasl, akhirnya cahaya ide pun muncul. Hahahahah. Akhirnya, Aku mengajar tentang KALIMAT. Cukup sederhana dan dasar sekali bagiku. Aku pun berharap bahwa materi itu bisa diterima sedikit demi sedikit oleh mereka, pelajar yang Aku sayangi.

Ketika kegiatan belajar berlangsung, tak sengaja Aku mengamati mereka. Mereka adalah pelajar-pelajar yang berepluang untuk memajukan bangsa dan negara. Mereka lah calon-calon pemimpin bangsa dan mereka juga yang berpotensi untuk mengubah duni amnejadi lebih berkembang dan maju dalam IPTEK dan IMTAK. Aku menaruh kesan dalam asa. Kesan terharu dan asa untuk maju. Terharu melihat mereka merelakan waktu libur mereka untuk belajar, datang pagi-pagi dari rumah menuju kator demi ilmu-ilmu segar yang bisa membantu mereka mengubah dunia.

Yah ... karena hari ini adalah hari terakhir belajar dalam minggu ini dan aka disambung minggu depan, Aku berharap mereka semua lebih bersungguh-sungguh dalam menimba ilmu. Karena Aku yakin.. mereka ada untuk dunia .. demi dunia ... dan kemajuan bangsa ...

Thailand, 02 April 2015
DIANA


Artikel

Indahnya Ramadhan di Srifarida

ABSTRAK
Ramadhan adalah bulan penuh kemuliaan, yang mana setiap orang akan berlomba-lomba untuk memperbanyak ibadah karena memang setiap ibadah yang dilakukan dalam bulan ramadhan akan dilipat gandakan. Diantara amalan yang dianjurkan ketika bulan Ramadhan tiba ialah I’tikaf. I’tikaf adalah berdiam diri atau tetap di atas sesuatu, yang mana sesuatu yang dimaksud di sini adalah Masjid. Sesuai dengan pengertian tersebut, sekolah Srifarida (Thailand) mempunyai budaya untuk mengadakan I’tikaf selama 10 hari terakhir bulan Ramadhan, suatu hal yang sangat baik dan berbeda dengan kebudayaan I’tikaf di Indonesia. Yang mana jikalau kebudayaan di Indonesia beri’tikaf pada umumnya hanya di lakukan beberapa jam di waktu malam saja, akan tetapi di sini (Srifarida) melakukan I’tikaf selama 10 hari berturut-turut didalam masjid dan tidak boleh pulang kerumah. Semua kegiatan sehari-hari harus dilakukan di Masjid dan prioritas utama adalah Ibadah. Selama 10 hari terakhir ini kita benar-benar bisa mendekatkan diri kepada Allah karena memang kita diharuskan untuk menetap di Rumah Allah (masjid).
            Kata Kunci: Ramadhan, I’tikaf, Budaya, Islam

1.      Pendahuluan
Ramadhan adalah bulan penuh kemuliaan, yang mana setiap orang akan berlomba-lomba untuk memperbanyak ibadah karena memang setiap ibadah yang dilakukan dalam bulan ramadhan akan dilipat gandakan. Diantara amalan yang dianjurkan ketika bulan Ramadhan tiba ialah I’tikaf. Disekolah Srifarida Baru Witya ada sebuah kebiasaan atau budaya melakasanakan I’tikaf di setiap 10 hari terakhir bulan Ramadhan.  
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat.
Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic.
Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.[1]
Dengan melihat definisi-definisi yang ada, maka kebudayaan bisa terbentuk dari Budaya keagamaan.  Di dunia ini terdapat banyak agama, salah satunya yaitu agama Islam. Diantara begitu banyaknya Budaya dalam agama Islam I’tikaf menjadi sebuah Budaya yang umum dimata masyarakat Islam Dunia.
Banyak orang tahu bahwa i’tikaf adalah berdiam diri di masjid. Namun berdiam diri seperti apakah i’tikaf itu? Apakah sekadar taffakur saja? Atau ada hal-hal lain yang harus dilakukan?  I’tikaf tidak hanya sekadar berdiam diri saja, bukan berarti seseorang yang berdiam di masjid itu artinya i’tikaf. Ada rukun-rukun yang mensyaratkan hal tersebut dikatakan i’tikaf.

2.      Pembahasan
2.1  Pengertian I’Tikaf
Dalam segi bahasa, i’tikaf berasal dari kata ’akafa-ya’kufu-ukufan yang berarti berdiam diri atau tetap di atas sesuatu. Sedangkan dalam pengertian Islam, i’tikaf berarti berdiam diri di masjid sebagai ibadah yang disunahkan untuk dikerjakan di setiap waktu. I’tikaf ini lebih diutamakan pada bulan Ramadhan, terutama 10 hari menjelang berakhirnya Ramadhan untuk memperoleh lailatul qadar, namun beri’tikaf di hari lain pun tidak akan mengurangi manfaatnya.[2]
Beberapa ulama mendefinisikan i’tikaf dengan sedikit berbeda, misalnya :
-          Maulana Muhammad Zakariyya Al-Kandahlawi dalam Fadhilah Ramadhan mengatakan bahwa i’tikaf adalah berdiam di dalam masjid  dengan niat i’tikaf.
-          Menurut Sayyid Sabiq dalam Fikih Sunnah, i’tikaf adalah menetap di suatu tempat dan berdiam diri tanpa meninggalkan tempat itu, baik untuk melakukan amal kebaikan maupun kejahatan.
-          Menurut Al-Marghainani i’tikaf adalah menetap dalam masjid yang disertai puasa dan niat i’tikaf.
-          Menurut Muhammad bin Faramuz, i’tikaf adalah menetapnya seorang laki-laki  dalam masjid, sendirian atau berjamaah, atau menetapnya seorang perempuan dalam rumahnya (ruangan khusus) dengan niat i’tikaf.[3]
I’tikaf disyariatkan berdasarkan al-Quran dan al-Hadits.
Al-Qur’an surat al-Baqarah (2): 187.
 فَاْلآَنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللهُ لَكُمْ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ اْلأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ وَلاَ تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ تِلْكَ حُدُودُ اللهِ فَلاَ تَقْرَبُوهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللهُ آَيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ.

Artinya:  ...maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang   ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hinggga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka jangan kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertaqwa.” [QS. al-Baqarah (2):187]
Hadits riwayat Aisyah ra:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ اْلعَشَرَ اْلأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ. [رواه مسلم]

Artinya: “Bahwa Nabi saw melakukan i’tikaf pada hari kesepuluh terakhir dari bulan Ramadhan, (beliau melakukannya) sejak datang di Madinah sampai beliau wafat, kemudian istri-istri beliau melakukan i’tikaf setelah beliau wafat.” [HR. Muslim][4]

2.2  Waktu dan Tempat pelaksanaan I’tikaf
I’tikaf sangat dianjurkan dilaksanakan setiap waktu di bulan Ramadhan. Di kalangan para ulama terdapat perbedaan tentang waktu pelaksanaan i’tikaf, apakah dilaksanakan selama sehari semalam (24 jam) atau boleh dilaksanakan dalam beberapa waktu (saat). Al-Hanafiyah berpendapat bahwa i’tikaf dapat dilaksanakan pada waktu yang sebentar tapi tidak ditentukan batasan lamanya, sedang menurut al-Malikiyah i’tikaf dilaksanakan dalam waktu minimal satu malam satu hari.
Dengan memperhatikan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa i’tikaf dapat dilaksanakan dalam beberapa waktu tertentu, misal dalam waktu 1 jam, 2 jam, 3 jam dan seterusnya, dan boleh juga dilaksanakan dalam waktu sehari semalam (24 jam).
Di dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 187 dijelaskan bahwa i’tikaf dilaksanakan di masjid. Di kalangan para ulama ada pebedaan pendapat tentang masjid yang dapat digunakan untuk pelaksanaan i’tikaf, apakah masjid jami’ atau masjid lainnya. Sebagian berpendapat bahwa masjid yang dapat dipakai untuk pelaksanaan i’tikaf adalah masjid yang memiliki imam dan muadzin khusus, baik masjid tersebut digunakan untuk pelaksanaan salat lima waktu atau tidak. Hal ini sebagaimana dipegang oleh al-Hanafiyah (ulama Hanafi). Sedang pendapat yang lain mengatakan bahwa i’tikaf hanya dapat dilaksanakan di masjid yang biasa dipakai untuk melaksanakan salat jama’ah. Pendapat ini dipegang oleh al-Hanabilah (ulama Hambali).
Menurut hemat kami masjid yang dapat dipakai untuk melaksanakan i’tikaf sangat diutamakan masjid jami (masjid yang biasa digunakan untuk melaksanakan salat Jum’at) , dan tidak mengapa i’tikaf dilaksanakan di masjid biasa.[5]
2.3  Cara Beri’tikaf
Beri’tikaf sendiri tidaklah hanya sekadar duduk diam di masjid.  Seperti ibadah yang lain, i’tikaf pun ada cara-caranya seperti yang diajarkan Rasullah.
a.       Niat melakukan i’tikaf harus karena Allah SWT.  Misalnya mengucapkan : aku berniat i’tikaf karena Allah ta’ala
نويت الاعتكاف لله تعالى
b.      Saat melakukan i’tikaf bukan berarti kita diam saja dan pikiran kita melayang ke segala arah, namun i’tikaf diisi dengan dzikir, tafakkur, membaca doa, bertasbih, dan memperbanyak membaca Al-Quran.
c.       I’tikaf diutamakan dilakukan setelah shalat subuh seperti hadist :
وعنها رضى الله عنها قالت كان النبي صلى الله عليه وسلم إذا أراد أن يعتكف صلى الفجر ثم دخل معتكفة "ـ متفق عليه
"Dan dari Aisyah ra, ia berkata bahwasannya Nabi saw. apabila hendak ber-I'tikaf beliau shalat subuh kemudian masuk ke tempat I'tikaf." (H.R. Bukhori, Muslim)
d.      Menjauhkan diri dari segala perbuatan yang tidak berguna.
2.4  Manfaat
I’tikaf tentu saja memiliki manfaat yang sangat besar bagi yang melakukannya. Disadari atau tidak, manfaat tersebut akan dirasakan oleh yang melakukan i’tikaf. Beberapa manfaat i’tikaf :
1.      Mendidik kita lebih taat kepada Allah SWT.
2.      Akan mudah memerangi hawa nafsu karena seseorang yang berada di masjid akan merasa lebih waspada di tempat ibadah.
3.      Masjid adalah merupakan semacam madrasah, berada di dalamnya untuk beri’tikaf sudah tentu akan membuat hati kita lebih suci dari hal-hal kotor.
4.      Bila dilakukan saat bulan Ramadhan, maka masjid merupakan tempat yang paling baik mendapatkan lailatul qadar.
5.      Sebagai wadah kita dalam merenungi masa lalu dan memikirkan masa depan lebih baik.
6.      Mendatangkan ketenangan dan menerangi hati yang penuh dosa.
7.      Mendatangkan kebaikan Allah SWT.  Aaaln kita insyaallah diangkat dengan rahmat dan kasih sayang-Nya.
8.      Terbiasa melakukan shalat lima waktu berjamaah tempat waktu karena berada di masjid.
9.      Melatih diri untuk meninggalkan kesibukan dunia demi memenuhi panggilan Allah SWT.
10.  Melatih diri untuk meninggalkan kesenagan jasmani sehingga hati bertambah khusyuk saat beribadah.
11.  Melatih diri dalam meluangkan waktu untuk berdoa, membaca Al-Quran dan berdzikir dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik.
12.  Merupakan waktu yang tepat untuk bertaubat.


2.5  I’tikaf di Masjid Srifarida Baru Witya School
Seperti yang telah dipaparkan di atas bahwa I’tikaf adalah berdiam diri atau tetap di atas sesuatu, yang mana sesuatu yang dimaksud di sini adalah Masjid. Sesuai dengan pengertian tersebut, sekolah Srifarida (Thailand) mempunyai budaya untuk mengadakan I’tikaf selama 10 hari terakhir bulan Ramadhan, suatu hal yang sangat baik dan berbeda dengan kebudayaan I’tikaf di Indonesia. Yang mana jikalau kebudayaan di Indonesia beri’tikaf pada umumnya hanya di lakukan beberapa jam di waktu malam saja, akan tetapi di sini (Srifarida) melakukan I’tikaf selama 10 hari berturut-turut didalam masjid dan tidak boleh pulang kerumah.
Semua kegiatan sehari-hari harus dilakukan di Masjid dan prioritas utama adalah Ibadah. Selama 10 hari terakhir ini kita benar-benar bisa mendekatkan diri kepada Allah karena memang kita diharuskan untuk menetap di Rumah Allah (masjid).
Dengan memperhatikan beberapa ayat dan hadis Nabi Saw., ada beberapa amalan (ibadah) yang dapat dilaksanakan oleh orang yang melaksanakan i’tikaf, yaitu;
a.       Melaksanakan salat sunat, seperti salat tahiyatul masjid, salat lail dan lain-lain
b.      Membaca al-Qur’an dan tadarus al-Qur’an
c.       Berdzikir dan berdo’a
d.      Membaca buku-buku agama
e.       Lampu masjid harus redup dalam rangka kekhusyu’an beri’tikaf, bukan sesuatu yang harus dilaksanakan ketika i’tikaf karena tidak ada dalil khusus yang menjelaskan tentang hal tersebut.
I’tikaf harus dilakukan di masjid. I’tikaf di dalam masjid juga dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maupun istri-istri beliau, sama sekali tidak pernah dilakukan di rumah. Ibnu Hajarrahimahullah berkata, “Para ulama sepakat bahwa disyaratkan melakukan i’tikaf di masjid.” [6] Wanita pun boleh melakukan i’tikaf sebagaimana laki-laki. I’tikaf tidak sah jika dilakukan selain di masjid.

Wanita juga boleh beri’tikaf.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengizinkan istri beliau untuk beri’tikaf.  ‘Aisyahradhiyallahu ‘anha berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلميَعْتَكِفُ فِى كُلِّ رَمَضَانَ ، وَإِذَا صَلَّى الْغَدَاةَ دَخَلَ مَكَانَهُ الَّذِى اعْتَكَفَ فِيهِ – قَالَ – فَاسْتَأْذَنَتْهُ عَائِشَةُ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam biasa beri’tikaf pada Bulan Ramadhan. Apabila selesai shalat shubuh, beliau masuk ke tempat khusus i’tikaf beliau. Dia (Yahya bin Sa’id) berkata: Kemudian ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha meminta izin untuk bisa melakukan I’tikaf bersama beliau, maka beliau pun mengizinkannya.”[14]
Dari ‘Aisyah, ia berkata,
أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلمكَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ، ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan i’tikaf pada sepuluh hari terakhir Bulan Ramadhan hingga wafatnya, kemudian isteri-isteri beliau pun beri’tikaf setelah kepergian beliau.”
Perempuan juga boleh melakukan i’tikaf.
Namun wanita boleh beri’tikaf di masjid asalkan memenuhi 2 syarat:
1)      Meminta izin suami
2)      Tidak menimbulkan fitnah (godaan bagi laki-laki) sehingga wanita yang i’tikaf harus benar-benar menutup aurat dengan sempurna dan juga tidak memakai wewangian.[16]
Lama waktu berdiam di masjid
Para ulama sepakat, tidak ada batasan waktu maksimal melakukan i’tikaf. Namun mereka berselisih pendapat berapa waktu minimal untuk dikatakan sudah beri’tikaf.
Bagi ulama yang mensyaratkan i’tikaf harus disertai puasa, waktu minimalnya adalah sehari. Ulama lainnya mengatakan, dibolehkan kurang dari sehari, namun tetap disyaratkan berpuasa.
Imam Malik mensyaratkan minimal 10 hari. Imam Malik  juga memiliki pendapat lainnya, minimal 1-2 hari. Sedangkan bagi ulama yang tidak mensyaratkan puasa, maka waktu minimal dikatakan telah beri’tikaf adalah selama ia sudah berdiam di masjid dan di sini tanpa dipersyaratkan harus duduk.
Yang tepat dalam masalah ini adalah i’tikaf tidak dipersyaratkan untuk puasa, hanya disunnahkan. Menurut mayoritas ulama, i’tikaf tidak ada batasan waktu minimalnya, artinya boleh cuma sesaat di malam atau pada siang hari.
Al Mardawi rahimahullah mengatakan, “Waktu minimal dikatakan i’tikaf pada i’tikaf yang sunnah atau i’tikaf yang mutlak adalah selama disebut berdiam di masjid (walaupun hanya sesaat).”
Yang membatalkan i’tikaf
  • Keluar masjid tanpa alasan syar’i, dan tanpa ada kebutuhan yang mubah yang mendesak.
  • Jima’ (bersetubuh) dengan istri (berdasarkan Surat Al Baqarah ayat 187). Ibnul Mundzir telah menukil adanya ijma’ (kesepakatan ulama) bahwa yang dimaksud mubasyaroh dalam Surat Al Baqarah ayat 187 adalah jima’ (hubungan intim).
Yang dibolehkan saat i’tikaf
  • Keluar masjid karena ada hajat yang mesti ditunaikan, seperti keluar untuk makan, minum, dan hajat lain yang tidak bisa dilakukan di dalam masjid.
  • Melakukan hal-hal mubah seperti mengantar orang yang mengunjunginya sampai pintu masjid atau bercakap-cakap dengan orang lain.
  • Istri mengunjungi suami yang beri’tikaf dan berdua-duaan dengannya.
  • Mandi dan berwudhu di masjid.
  • Membawa kasur untuk tidur di masjid.
Mulai masuk dan keluar masjid untuk i’tikaf
Jika ingin beri’tikaf selama 10 hari terakhir Bulan Ramadhan, maka seseorang yang beri’tikaf mulai memasuki masjid setelah shalat shubuh pada hari ke-21, dan keluar setelah shalat shubuh pada hari ‘Idul Fitri menuju lapangan. Hal ini dijelaskan dalam hadits ‘Aisyah, di mana ia berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلميَعْتَكِفُ فِى كُلِّ رَمَضَانَ ، وَإِذَا صَلَّى الْغَدَاةَ دَخَلَ مَكَانَهُ الَّذِى اعْتَكَفَ فِيهِ – قَالَ – فَاسْتَأْذَنَتْهُ عَائِشَةُ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam biasa beri’tikaf pada bulan Ramadhan. Apabila selesai shalat shubuh, beliau masuk ke tempat khusus i’tikaf beliau. Dia (Yahya bin Sa’id) berkata: Kemudian ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha meminta izin untuk bisa beri’tikaf bersama beliau, maka beliau mengizinkannya.” [24]
Namun para ulama madzhab menganjurkan untuk memasuki masjid menjelang matahari tenggelam pada hari ke-20 Ramadhan. Mereka mengatakan, yang namanya 10 hari terakhir yang dimaksudkan adalah jumlah bilangan malam, sehingga seharusnya dimulai dari awal malam.

3.      Penutup
Dalam segi bahasa, i’tikaf berasal dari kata ’akafa-ya’kufu-ukufan yang berarti berdiam diri atau tetap di atas sesuatu. Sedangkan dalam pengertian Islam, i’tikaf berarti berdiam diri di masjid sebagai ibadah yang disunahkan untuk dikerjakan di setiap waktu. I’tikaf ini lebih diutamakan pada bulan Ramadhan, terutama 10 hari menjelang berakhirnya Ramadhan untuk memperoleh lailatul qadar, namun beri’tikaf di hari lain pun tidak akan mengurangi manfaatnya.
Seperti yang telah dipaparkan di atas bahwa I’tikaf adalah berdiam diri atau tetap di atas sesuatu, yang mana sesuatu yang dimaksud di sini adalah Masjid. Sesuai dengan pengertian tersebut, sekolah Srifarida (Thailand) mempunyai budaya untuk mengadakan I’tikaf selama 10 hari terakhir bulan Ramadhan, suatu hal yang sangat baik dan berbeda dengan kebudayaan I’tikaf di Indonesia. Yang mana jikalau kebudayaan di Indonesia beri’tikaf pada umumnya hanya di lakukan beberapa jam di waktu malam saja, akan tetapi di sini (Srifarida) melakukan I’tikaf selama 10 hari berturut-turut didalam masjid dan tidak boleh pulang kerumah.
Semua kegiatan sehari-hari harus dilakukan di Masjid dan prioritas utama adalah Ibadah. Selama 10 hari terakhir ini kita benar-benar bisa mendekatkan diri kepada Allah karena memang kita diharuskan untuk menetap di Rumah Allah (masjid).



Daftar Rujukan

Budaya, http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya, diakses pada 11 Agustus 2014
Cita, I’tikaf   Pengertian dan Manfaatnya, dalam http: //  I’tikaf   Pengertian dan Manfaatnya - Lebaran.com.htm, diakses pada 11 agustus 2014
http:// I’tikaf Menurut Al Qur'an dan Hadis   Sang Pencerah.htm, diakses pada 11 Agustus 2014




[1] Budaya, http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya, diakses pada 11 Agustus 2014
[2] Cita, I’tikaf   Pengertian dan Manfaatnya, dalam http: //  I’tikaf   Pengertian dan Manfaatnya - Lebaran.com.htm, diakses pada 11 agustus 2014
[3] Ibid.
[4] http:// I’tikaf Menurut Al Qur'an dan Hadis   Sang Pencerah.htm, diakses pada 11 Agustus 2014
[5] Ibid.

About this blog

Pengikut